[Kanal Media Unpad] Menulis telah menjadi bagian hidup tak terpisahkan dari seorang Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D. Ada kesenangan tak ternilai yang dirasakannya tatkala tulisan Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran tersebut dibaca dan diapresiasi orang lain.
Dari kecintaannya akan menulis, Prof. Deddy telah menghasilkan 53 buku, lebih dari 50 artikel ilmiah di jurnal internasional dan nasional, lebih dari 40 book chapter, dan ratusan artikel ilmiah populer maupun kolom atau opini di media massa, antara lain: Pikiran Rakyat, Kompas, Media Indonesia, Republika, Gatra, dan the Jakarta Post. Empat buku di antaranya dalam bahasa Inggris.
Buku ke-53 yang ditulis Prof. Deddy Mulyana adalah Communication Technology and Society: Exploring the Multicultural and Digital World yang ditulis bersama Dr. Devie Rahmawati, dosen Universitas Indonesia. Buku berbahasa Inggris tersebut merupakan kumpulan dari artikel ilmiah Prof. Deddy yang diterbitkan di jurnal terindeks Scopus dan jurnal Sinta-2, tetapi setiap artikel telah dipoles sedemikian rupa sehingga sesuai dengan format buku. Buku yang baru diluncurkan dan dibedah secara daring pada Rabu (2/11/2022) lalu tersebut telah habis dibeli orang.
“Orang kadang-kadang heran, kenapa saya bisa menghasilkan 53 buku? Saya sendiri tidak percaya, tapi faktanya seperti itu,” seloroh Prof. Deddy.
Kanal Media Unpad berkesempatan mewawancarai Prof. Deddy Mulyana di kediamannya di kawasan Parakan Waas, Bandung, Jumat (4/11/2022). Ribuan koleksi buku tersimpan rapi di lemari rumahnya. Wawancara pun dilakukan di ruang kerja Prof. Deddy dengan latar belakang dua lemari yang menyimpan karya buku dan tulisan-tulisannya.
Prof. Deddy mulai menulis sejak masih di SMA, yaitu pada tahun 1970-an. Cerita pendek menjadi karya yang sering ditulis Prof. Deddy hingga duduk di bangku kuliah. Kurang lebih 80 cerita pendek berhasil ditulis Prof. Deddy. Karya fiksi tersebut telah diterbitkan menjadi beberapa buku kumpulan cerpen.
Setelah itu, ia mulai banyak menulis karangan khas berupa feature perjalanan. Sejak menempuh studi Sarjana Ilmu Komunikasi di Fikom Unpad, ia banyak melawat ke luar negeri. Hal-hal unik yang ditemukan saat melawat itulah yang kemudian ditulis sebagai feature perjalanan. Kumpulan karangan khas ini juga telah dibukukan.
“Baru beberapa bulan kemudian setelah saya lulus dari Fikom Unpad pada 1981, saya mulai menulis artikel ilmiah populer,” tuturnya.
Artikel pertamanya berjudul “Kapan Kita Punya TV Sekolah?” yang dimuat di surat kabar Pikiran Rakyat (7/12/1981). Artikel terakhirnya berjudul “Etnometodologi Kasus Sambo,” yang dimuat Kompas (3/11/2022) yang menjadi viral di media sosial dan mendapatkan apresiasi banyak pembacanya.
Sejak menjalani profesi sebagai dosen, Prof. Deddy dituntut untuk menghasilkan karya ilmiah. Praktis, ia mulai menulis banyak buku dan artikel ilmiah. Buku tersebut banyak dibaca orang, khususnya dari kalangan akademisi dan mahasiswa yang mempelajari ilmu komunikasi.
Buku “fenomenal” yang dihasilkannya adalah Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar yang terbit pertama kali pada 2000. Tidak hanya dibaca, buku ini juga menjadi pegangan wajib mahasiswa ilmu komunikasi di Indonesia. Tidak heran jika buku ini telah mengalami 23 kali cetak ulang—di luar buku bajakan yang jumlahnya jauh lebih banyak lagi.
Makin senang menulis, Prof. Deddy makin jatuh cinta dengan dunia menulis. Apa lagi ketika tahu karya-karya tersebut dibaca dan diapresiasi banyak orang.
“Setelah artikel kita dimuat di media massa, atau buku tersebut dicetak dan dijual di toko buku, memang ada imbalan material, tetapi imbalan nonmaterial lebih tinggi. Ada sensasi yang saya rasakan ketika mendapatkan apresiasi dari orang bahwa buku atau artikel itu bagus. Itu membuat kita senang. Apa lagi ketika kita tahu buku itu diwajibkan di perguruan tinggi, itu membuat kita senang lagi,” ujarnya.
Menulis Beragam Perspektif
Prof. Deddy Mulyana mengatakan, komunikasi merupakan kebutuhan manusia. Karena itu, kajian ilmu komunikasi tidak akan habis untuk dipelajari. Ada banyak bidang atau perspektif ilmu komunikasi yang bisa digali. Ini yang Prof. Deddy lakukan lewat menulis.
“Keserbahadiran komunikasi di berbagai bidang ini menciptakan disiplin komunikasi yang lebih khusus, seperti Komunikasi Antarbudaya, Komunikasi Bisnis, Komunikasi Politik dan Komunikasi Kesehatan. Kemudian kalau kita bicara mengenai sudut pandangnya, itu juga akan beragam. Ada perspektif yang objektif/positivis, interpretif/konstruktivis, dan kritis,” jelasnya.
Masing-masing terbagi lagi menjadi beberapa varian. Yang paling ia senangi dan kuasai adalah yang interpretif.
Karena itu, Prof. Deddy memanfaatkan keragaman disiplin dan perspektif pada ilmu komunikasi. Tinggal dipilih bidang komunikasi mana yang akan dibahas dan perspektif apa yang akan digunakan. Tidak jarang pula ia menulis hal-hal yang “keluar” dari bidang keahliannya di bidang komunikasi antarbudaya, komunikasi kesehatan, dan kajian media,misalnya dengan mengeksplorasi Komunikasi Hukum seperti dalam artikel “Etnometodologi Kasus Sambo” yang memang belum banyak dikembangkan di Indonesia.
Karena produktivitas menulis berdasarkan banyak bidang dan perspektif yang digelutinya inilah Prof. Deddy Mulyana kerap disebut sebagai “Begawan Ilmu Komunikasi” di Indonesia.
Saat akan menulis buku, Prof. Deddy selalu menentukan dahulu apakah buku tersebut akan menjadi pegangan kuliah atau bukan. Jika buku tersebut direncanakan akan digunakan untuk pegangan kuliah dalam waktu yang cukup lama, judul buku akan disesuaikan dengan nama mata kuliah bersangkutan, seperti Metodologi Penelitian Kualitatif (2002) dan Pengantar Komunikasi Lintas Budaya (2019).
Selain itu, gaya menulis buku Prof. Deddy lebih banyak menggunakan gaya naratif/bercerita. Ini didasarkan pada prinsip bahwa manusia adalah Homo Narrans, yakni merupakan makhluk yang suka bercerita dan menyukai cerita. Karena itu, tema sekompleks apa pun disampaikan dengan gaya bercerita dengan menggunakan diksi yang mudah dimengerti.
Tidak jarang, Prof. Deddy menyelipkan unsur humor dalam penjelasannya. Gaya storytelling inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa buku ilmiah karyanya kerap laris di pasaran.
Kiat Produktif Menulis
Diakui Prof. Deddy Mulyana, menulis merupakan keterampilan dalam komunikasi yang cukup sulit dikuasai. Pasalnya, keterampilan ini harus terus dilatih sepanjang waktu. Namun, bukan berarti keterampilan ini menjadi momok menakutkan bagi setiap orang.
Ada beberapa tips yang didasarkan atas pengalaman menulis Prof. Deddy. Hal utama adalah menyenangi aktivitas menulis, antara lain dengan mencoba menulis hal-hal yang disenangi, selain sesuai dengan bidang keahlian. “Tidak harus langsung senang. Rasa senang itu bisa dibangun, awalnya kita perlu rasa curiosity (penasaran),” kata Prof. Deddy.
Setelah itu, banyak membaca karya orang, menguasai bahasa asing, hingga terus berlatih sepanjang waktu merupakan tips yang bisa dilakukan agar mampu menulis dengan baik.
Terakhir, kata Prof. Deddy Mulyana, penulis harus memiliki kecerdasan emosional. Kecerdasan ini dibutuhkan untuk membangun konsistensi menulis tatkala tulisan mengalami penolakan. “Artinya, jangan kesal, kecewa, apalagi putus asa, ketika tulisan kita ditolak editor atau penerbit; perbaiki lagi tulisan kita, sampai kita merasa tulisan itu optimal, atau buat lagi tulisan yang lain, hingga akhirnya tulisan kita diterbitkan,” jelasnya.*