Menguak Seni Gerak dan Strategi Perang dalam Naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian – Universitas Padjadjaran

[Kanal Media Unpad] Naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian yang oleh para ahli dianggap sebagai ensiklopedia budaya Sunda masa lampau, saat ini sedang diupayakan menjadi Ingatan Kolektif Nasional (Ikon) serta diajukan sebagai Memory of World (MoW) ke Unesco, PBB.

Menurut Dosen Departemen Sejarah dan Filologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Dr. Elis Suryani Nani Sumarlina, M.S., pengajuan tersebut cukup mendasar mengingat banyak kearifan lokal budaya Sunda yang terendap dalam naskah dan belum banyak dikenal oleh masyarakatnya.

“Sudah saatnya kita ‘ngeh’ terhadap budaya kita sendiri yang merupakan identitas dan jati diri sebagai orang Sunda,  karena teks naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian menyimpan berbagai ragam keterampilan, seni gerak, dan strategi perang, yang berguna sebagai wahana ilmu pengetahuan serta masih eksis di era kasajagatan sekarang,” papar Elis.

Elis memaparkan, naskah tersebut menampilkan beberapa jenis permainan rakyat yang ada kaitannya dengan gerak dan tarian. Ada keterkaitan antara jenis lagu sebagai pengiring dengan gerakan yang dilakukan, seperti Ceta Maceuh, Ceta Nirus, Tatapukan, Bangbarongan, Babakutrakan, Ubang-ubangan, Neureuy Panca, Munikeun Lembur, Ngadu Lesung, Asup Kana Lantar, dan Ngadu Nini.

Istilah-istilah tersebut sudah tidak eksis karena tergeser permainan modern, atau disinyalir namanya berubah meskipun gerakannya sama.

Dosen Filologi tersebut melanjutkan, keberadaan jenis permainan dalam Sanghyang Siksa Kandang Karesian yang ada hubungannya dengan seni gerak salah satunya adalah Neureuy Panca. Ia menganalisis adanya perubahan konsonan dan vokal pada dua kata majemuk tersebut.

Perubahan konsonan /n/ pada kata neureuy berubah menjadi /h/ atau heureuy. Sementara itu, kata penca, jika hilang unsur vokalisasinya akan terbaca panca.

Jika mengacu pada analisis tersebut, heureuy penca bisa diartikan sebagai bermain pencak, atau sejenis permainan yang menggunakan gerak dan lagu. “Permainan seperti ini masih dapat kita lihat dalam berbagai gerakan  pencak silat,  seperti dalam penca aliran Cikalong, Cimandé, Sabandar, Madi, Kari, dan yang lainnya,” terangnya.

Permainan seni gerak sejenis heureuy penca, dalam teks naskah  berkaitan erat dengan penyebutan beberapa aneka jenis kawih dalam Sanghyang Siksa Kandang Karesian. Jenis dan nama lagu yang terungkap dalam teks tersebut  bermanfaat untuk melengkapi serta menambah perbendaharaan dalam bidang seni kawih Sunda.

Hal tersebut dimungkinkan jika seniman atau para penggubah lagu mampu mengolaborasikannya saat ini.

Selain itu, lanjut Elis, heureuy penca (neureuy panca) juga ada kaitannya dengan alat atau media yang digunakannya, seperti kajimalélaatau pisau yang terbuat dari baja. pamukatau sejenis senjata tajam, kujang atau senjata khas orang Sunda zaman dahulu, patrem atau pisau kecil/senjata perempuan, téték saléh atausejenis tongkat alat upacara kebesaran,dan tipulung/iket atau ikat kepala.

Istilah strategi peran yang terungkap dalam naskah tersebut memiliki gerakan yang identik dengan perilaku perang, seperti   jenis permainan yang dikolaborasi dengan gerak dan lagu, yang apabila kita cermati, gerakannya seolah-olah meniru-niru bentuk atau perilaku  binatang.

Strategi perang yang diimplementasikan menyerupai gerakan atau perilaku binatang yang ditirunya, di antaranya singa, garuda, asu/anjing , merak, gagak, luwak, kijang, lisang, buaya. Hal ini juga terjadi pada gerakan tari Sunda, yang meniru-niru perilaku binatang, seperti tari merak, tari kijang, tari kukupu, tari burung merpati, dan garuda.

Elis mengatakan, strategi dan perilaku siasat perang yang terungkap dalam teks naskah tersebut tidak menutup kemungkinan masih digunakan dalam strategi siasat perang di militer ataupun kepolisian RI. “Hal ini membuktikan bahwa teks naskah Sanghyang Siksa Kandang Karesian masih eksis dan relevan dengan kondisi saat ini,” pungkasnya. (rilis)*