Laporan oleh Davinna Anggita Putri Zulkarnain
[Kanal Media Unpad] Universitas Padjadjaran menjalin kerja sama dengan Iran Nanotechnology Initiative Council (INIC). Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman oleh Rektor Unpad, Prof. Dr. Rina Indiastuti, S.E., M.SIE., dan Sekretaris Jenderal INIC, Dr. Saeed Sarkar, di Ruang Executive Lounge Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, Rabu (23/11/2022).
Kolaborasi ini diusulkan dengan mempertimbangkan persamaan kepentingan antara Unpad dan Universitas Teheran, universitas tempat Sarkar mengajar, yaitu nanoteknologi. Secara spesifik, tentang bagaimana nanoteknologi digunakan dalam peralatan medis dan obat-obatan untuk menghasilkan proses penyembuhan yang cepat dan minim efek samping.
Sebelum penandatanganan MoU, kedua pihak menjalankan diskusi yang juga diikuti oleh Dr. Ali Najimi (Wakil Sekretaris Jenderal Industry INIC), Mohammad Hossein Rekabi (Attaché Kedutaan Besar Republik Islam Iran), Amir Rostam Dokht (Petugas Protokol Kedutaan Besar Republik Islam Iran), Prof. Dr. Yudi Mulyana Hidayat (Dekan Fakultas Kedokteran Unpad), dan Prof. Rizky Abdullah, Ph.D. (Direktur Riset dan Pengabdian pada Masyarakat).
Dalam diskusi tersebut, Sarkar menyatakan bahwa kolaborasi ini sangat penting untuk mendorong penerapan nanoteknologi di sektor medis kedua negara, serta meningkatkan efektivitas biaya-nya.
“Penggunaan nano sangat efektif dan minim efek samping,” kata Dr. Sarkar.
Ia kemudian menjelaskan lebih jauh tentang bagaimana nano sense technology bisa mendiagnosis sel kanker dalam 10 detik, serta mendeteksi keseluruhan bagian tumor secara akurat.
Sebelumnya, kanker bisa kembali tumbuh karena proses pengangkatan tumor masih meninggalkan sedikit sisa yang akan berkembang menjadi tumor baru dalam 1-2 tahun. Dengan nanoteknologi, persentase kanker tumbuh kembali dapat diperkecil.
Selain itu, ada pula obat-obatan nano-based yang bisa digunakan untuk menangani kanker dengan lebih aman. Hal tersebut dikarenakan obat-obatan ini langsung menuju tumor kanker tanpa merusak organ-organ tubuh lain selama prosesnya. Namun, obat nano-based sangat mahal. Harganya bisa mencapai 800 dolar per injeksi karena teknologi yang digunakan untuk membuatnya masih sangat baru.
Hal ini bisa diatasi jika riset dan penerapan nanoteknologi lebih digencarkan lagi. Hal inilah yang menjadi tujuan kolaborasi ini.
“Jika kita benar-benar ingin membantu masyarakat, kita harus fokus ke riset dan perkembangannya,” Sarkar menegaskan.
Rektor pun menyetujui usulan untuk mengadakan seminar gabungan dan lokakarya mengenai topik-topik seputar nanoteknologi, seperti nanofarmasi. Para profesor dan kandidat Doktor dari Unpad, Universitas Teheran, dan berbagai universitas lain bisa diundang untuk menjadi pembicara maupun peserta. Kolaborasi ini bisa menjadi permulaan dari partisipasi Unpad dalam pendidikan mengenai nanoteknologi.
“Di Unpad, masih belum ada program pembelajaran yang spesifik mengenai nanoteknologi, tetapi kami sudah memiliki pusat risetnya,” Rektor menyatakan.
Sarkar menambahkan bahwa pelaksanaan summer school untuk para mahasiswa sarjana juga bisa dilakukan. Tujuannya untuk meningkatkan familiaritas mereka terhadap konsep nanoteknologi dan penggunaannya di bidang medis.
Pertukaran pelajar antara Unpad dan Universitas Teheran juga sedang melalui tahap diskusi, mengingat besarnya keterlibatan UT dalam nanoteknologi, baik di bidang riset maupun pendidikan. (arm)*