FPIK Unpad Miliki Gudang Beku Portabel Hibah dari KKP RI – Universitas Padjadjaran

[Kanal Media Unpad] Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran secara resmi memiliki gudang beku portabel (cold storage) hibah dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI. Hibah ini merupakan program pertama yang diberikan KKP untuk perguruan tinggi.

Fasilitas gudang beku portabel tersebut secara resmi diberikan melalui acara serah terima hibah barang oleh Direktur Logistik Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP RI Berny A. Subki kepada Wakil Rektor Bidang Sumber Daya dan Keuangan Unpad Prof. Dr. Ida Nurlinda, M.H., di Ruang Pleno Dekanat FPIK Unpad, Jatinangor, Senin (7/11/2022).

Saat diwawancarai Kanal Media Unpad, Dekan FPIK Dr. sc. agr. Yudi Nurul Ihsan, M.Si., mengatakan, bantuan fasilitas ini merupakan bukti nyata kolaborasi perguruan tinggi dengan pemerintah dalam menyelesaikan berbagai tantangan di sektor perikanan dan kelautan.

Salah satu isu di sektor perikanan adalah mengenai sistem rantai dingin perikanan. Selama ini, penyimpanan bahan baku menjadi salah satu permasalahan. Biaya penyewaan gudang beku yang relatif mahal ternyata menyumbang dampak signifikan. Mulai dari cepatnya kerusakan produk perikanan yang tidak segera terjual, berkurangnya pasokan bahan baku, hingga minimnya cadangan bahan baku.

Karena itu, FPIK Unpad berupaya melakukan riset untuk menyelesaikan persoalan ini. “Dengan adanya hibah cold storage ini, akan memperkuat riset dan pembelajaran dalam sistem rantai dingin perikanan yang menjadi salah satu prioritas riset FPIK Unpad,” tutur Yudi.

Lebih lanjut Yudi mengatakan, melalui fasilitas ini, FPIK Unpad akan membuat mini pilot project sistem rantai perikanan dengan pendekatan eduwisata. Fasilitas ini akan menjadi percontohan gudang bahan abku ikan dan produk olahannya.

Selain itu, gudang beku ini juga akan menjadi salah satu obyek pembelajaran mahasiswa dalam mengembangkan produk hilirisasi perikanan. “Untuk mengoptimalkan fungsi cold storage tersebut, kami telah menyiapkan fasilitas pelengkap berupa tempat etalase produk perikanan,” kata Yudi.*

Humas dan Informasi Publik UNJ Raih 2 Penghargaan dari Anugerah Humas Indonesia 2022

Humas UNJ, Malang – Humas dan Informasi Publik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengikuti Anugerah Humas Indonesia (AHI) 2022. AHI merupakan program kompetisi badan publik yang digelar oleh Humas Indonesia setiap tahunnya. Pada tahun ini, penyerahan penghargaan AHI 2022 diselenggarakan di Hotel Atria, Malang, pada Jumat, 28 Oktober 2022.

AHI 2022 mengusung tema besar “Inovasi Keterbukaan Informasi Publik untuk Indonesia Maju”. AHI merupakan ajang kompetisi kinerja komunikasi dan keterbukaan informasi lembaga publik di tingkat Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi Negeri (PTN), BUMN, anak usaha BUMN, dan BUMD se-Indonesia.

AHI 2022 melombakan tujuh kategori, lima diantaranya merupakan kategori penjurian, yaitu kategori informasi publik, PPID terbaik, media internal, kanal digital, dan program kehumasan pemerintah.

Pada tahun 2022 ini, Humas dan Informasi Publik UNJ berhasil meraih penghargaan Bronze Winner pada Kategori Pelayanan Informasi Publik dengan sub kategori Laporan Pelayanan Informasi Publik, dan Kategori Media Internal dengan sub kategori Video Profile.

Piala penghargaan diterima langsung oleh Kepala Kantor Humas dan Informasi Publik, Heryanti Utami, dan Kepala Divisi Pelayanan dan Informasi Publik, Elisabeth Nugrahaeini Prananingrum, M.Si.

Heryanti Utami, mengaku senang dan bersyukur atas peraihan dalam kompetisi AHI 2022.

“Ini kali pertama UNJ mengikuti kompetisi AHI dan langsung berhasil meraih penghargaan. Semua berkat tim Humas dan Informasi Publik yang sudah bekerja sama dalam mengikuti kompetisi ini”, ungkap Heryanti Utami.

Sementara itu, Totok Bintoro selaku Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerjasama yang juga penanggungjawab bidang kehumasan UNJ menyampaikan apresiasi atas penghargaan ini, namun tetap berpesan untuk tidak berpuas diri, dan harus terus bekerja keras mewujudkan insan kehumasan yang selalu bergerak cepat dan responsif terutama dalam mewujudkan badan publik yang informatif, ujar Totok Bintoro.

Atas raihan penghargaan Humas dan Informasi Publik UNJ pada AHI 2022 ini, Prof. Komarudin selaku Rektor UNJ mengatakan pihaknya merasa bahagia dan bangga atas kinerja Humas dan IP UNJ yang luar biasa. Kalau kita bekerja keras dan sungguh-sungguh insya Allah kita bisa. Ini pertama kali kita ikut dan alhamdulillah langsung meraih 2 penghargaan Bronze Winner. Tapi kita tidak boleh berpuas diri, melainkan harus terus memperbaiki yang kurang dan terus meningkatkan yang sdh ada. Dengan demikian continuous improvement akan terus berjalan untuk mencapai kinerja terbaik atau kesempurnaan. Terima kaish tentu kami sampaikan kepada Kepala Humas dan IP UNJ beserta jajaran, juga WR 4 sebagai penanggung jawab bidang kehumasan serta seluruh pimpinan dan semua pihak yang terkait. Semoga ini menjadi motivasi dan keberkahan bagi UNJ dan kita semua, ungkap Prof. Komarudin.

Belajar Produktif dari Prof. Deddy Mulyana, Guru Besar yang Hasilkan 53 Buku – Universitas Padjadjaran

[Kanal Media Unpad] Menulis telah menjadi bagian hidup tak terpisahkan dari seorang Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D. Ada kesenangan tak ternilai yang dirasakannya tatkala tulisan Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran tersebut dibaca dan diapresiasi orang lain.

Dari kecintaannya akan menulis, Prof. Deddy telah menghasilkan 53 buku, lebih dari 50 artikel ilmiah di jurnal internasional dan nasional, lebih dari 40 book chapter, dan ratusan artikel ilmiah populer maupun kolom atau opini di media massa, antara lain: Pikiran Rakyat, Kompas, Media Indonesia, Republika, Gatra, dan the Jakarta Post. Empat buku di antaranya dalam bahasa Inggris.

Buku ke-53 yang ditulis Prof. Deddy Mulyana adalah Communication Technology and Society: Exploring the Multicultural and Digital World yang ditulis bersama Dr. Devie Rahmawati, dosen Universitas Indonesia. Buku berbahasa Inggris tersebut merupakan kumpulan dari artikel ilmiah Prof. Deddy yang diterbitkan di jurnal terindeks Scopus dan jurnal Sinta-2, tetapi setiap artikel telah dipoles sedemikian rupa sehingga sesuai dengan format buku. Buku yang baru diluncurkan dan dibedah secara daring pada Rabu (2/11/2022) lalu tersebut telah habis dibeli orang.

“Orang kadang-kadang heran, kenapa saya bisa menghasilkan 53 buku? Saya sendiri tidak percaya, tapi faktanya seperti itu,” seloroh Prof. Deddy.

Kanal Media Unpad berkesempatan mewawancarai Prof. Deddy Mulyana di kediamannya di kawasan Parakan Waas, Bandung, Jumat (4/11/2022). Ribuan koleksi buku tersimpan rapi di lemari rumahnya. Wawancara pun dilakukan di ruang kerja Prof. Deddy dengan latar belakang dua lemari yang menyimpan karya buku dan tulisan-tulisannya.

Prof. Deddy mulai menulis sejak masih di SMA, yaitu pada tahun 1970-an. Cerita pendek menjadi karya yang sering ditulis Prof. Deddy hingga duduk di bangku kuliah. Kurang lebih 80 cerita pendek berhasil ditulis Prof. Deddy. Karya fiksi tersebut telah diterbitkan menjadi beberapa buku kumpulan cerpen.

Setelah itu, ia mulai banyak menulis karangan khas berupa feature perjalanan. Sejak menempuh studi Sarjana Ilmu Komunikasi di Fikom Unpad, ia banyak melawat ke luar negeri. Hal-hal unik yang ditemukan saat melawat itulah yang kemudian ditulis sebagai feature perjalanan. Kumpulan karangan khas ini juga telah dibukukan.

“Baru beberapa bulan kemudian setelah saya lulus dari Fikom Unpad pada 1981, saya mulai menulis artikel ilmiah populer,” tuturnya.

Artikel pertamanya berjudul “Kapan Kita Punya TV Sekolah?” yang dimuat di surat kabar Pikiran Rakyat (7/12/1981). Artikel terakhirnya berjudul “Etnometodologi Kasus Sambo,” yang dimuat Kompas (3/11/2022) yang menjadi viral di media sosial dan mendapatkan apresiasi banyak pembacanya.

Sejak menjalani profesi sebagai dosen, Prof. Deddy dituntut untuk menghasilkan karya ilmiah. Praktis, ia mulai menulis banyak buku dan artikel ilmiah. Buku tersebut banyak dibaca orang, khususnya dari kalangan akademisi dan mahasiswa yang mempelajari ilmu komunikasi.

Buku “fenomenal” yang dihasilkannya adalah Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar yang terbit pertama kali pada 2000. Tidak hanya dibaca, buku ini juga menjadi pegangan wajib mahasiswa ilmu komunikasi di Indonesia. Tidak heran jika buku ini telah mengalami 23 kali cetak ulang—di luar buku bajakan yang jumlahnya jauh lebih banyak lagi.

Makin senang menulis, Prof. Deddy makin jatuh cinta dengan dunia menulis. Apa lagi ketika tahu karya-karya tersebut dibaca dan diapresiasi banyak orang.

“Setelah artikel kita dimuat di media massa, atau buku tersebut dicetak dan dijual di toko buku, memang ada imbalan material, tetapi imbalan nonmaterial lebih tinggi. Ada sensasi yang saya rasakan ketika mendapatkan apresiasi dari orang bahwa buku atau artikel itu bagus. Itu membuat kita senang. Apa lagi ketika kita tahu buku itu diwajibkan di perguruan tinggi, itu membuat kita senang lagi,” ujarnya.

Menulis Beragam Perspektif

deddy mulyana
Prof. Deddy Mulyana dengan latar belakang dua buah lemari yang berisikan karya-karya tulisannya. (Foto: Dadan Triawan)*

Prof. Deddy Mulyana mengatakan, komunikasi merupakan kebutuhan manusia. Karena itu, kajian ilmu komunikasi tidak akan habis untuk dipelajari. Ada banyak bidang atau perspektif ilmu komunikasi yang bisa digali. Ini yang Prof. Deddy lakukan lewat menulis.

“Keserbahadiran komunikasi di berbagai bidang ini menciptakan disiplin komunikasi yang lebih khusus, seperti Komunikasi Antarbudaya, Komunikasi Bisnis, Komunikasi Politik dan Komunikasi Kesehatan. Kemudian kalau kita bicara mengenai sudut pandangnya, itu juga akan beragam. Ada perspektif yang objektif/positivis, interpretif/konstruktivis, dan kritis,” jelasnya.

Masing-masing terbagi lagi menjadi beberapa varian. Yang paling ia senangi dan kuasai adalah yang interpretif.

Karena itu, Prof. Deddy memanfaatkan keragaman disiplin dan perspektif pada ilmu komunikasi. Tinggal dipilih bidang komunikasi mana yang akan dibahas dan perspektif apa yang akan digunakan. Tidak jarang pula ia menulis hal-hal yang “keluar” dari bidang keahliannya di bidang komunikasi antarbudaya, komunikasi kesehatan, dan kajian media,misalnya dengan mengeksplorasi Komunikasi Hukum seperti dalam artikel “Etnometodologi Kasus Sambo” yang memang belum banyak dikembangkan di Indonesia.

Karena produktivitas menulis berdasarkan banyak bidang dan perspektif yang digelutinya inilah Prof. Deddy Mulyana kerap disebut sebagai “Begawan Ilmu Komunikasi” di Indonesia.

Saat akan menulis buku, Prof. Deddy selalu menentukan dahulu apakah buku tersebut akan menjadi pegangan kuliah atau bukan. Jika buku tersebut direncanakan akan digunakan untuk pegangan kuliah dalam waktu yang cukup lama, judul buku akan disesuaikan dengan nama mata kuliah bersangkutan, seperti Metodologi Penelitian Kualitatif (2002) dan Pengantar Komunikasi Lintas Budaya (2019).

Selain itu, gaya menulis buku Prof. Deddy lebih banyak menggunakan gaya naratif/bercerita. Ini didasarkan pada prinsip bahwa  manusia adalah Homo Narrans, yakni merupakan makhluk yang suka bercerita dan menyukai cerita. Karena itu, tema sekompleks apa pun disampaikan dengan gaya bercerita dengan menggunakan diksi yang mudah dimengerti.

Tidak jarang, Prof. Deddy menyelipkan unsur humor dalam penjelasannya. Gaya storytelling inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa buku ilmiah karyanya kerap laris di pasaran.

Kiat Produktif Menulis

Diakui Prof. Deddy Mulyana, menulis merupakan keterampilan dalam komunikasi yang cukup sulit dikuasai. Pasalnya, keterampilan ini harus terus dilatih sepanjang waktu. Namun, bukan berarti keterampilan ini menjadi momok menakutkan bagi setiap orang.

Ada beberapa tips yang didasarkan atas pengalaman menulis Prof. Deddy. Hal utama adalah menyenangi aktivitas menulis, antara lain dengan mencoba menulis hal-hal yang disenangi, selain sesuai dengan bidang keahlian. “Tidak harus langsung senang. Rasa senang itu bisa dibangun, awalnya kita perlu rasa curiosity (penasaran),” kata Prof. Deddy.

Setelah itu, banyak membaca karya orang, menguasai bahasa asing, hingga terus berlatih sepanjang waktu merupakan tips yang bisa dilakukan agar mampu menulis dengan baik.

Terakhir, kata Prof. Deddy Mulyana, penulis harus memiliki kecerdasan emosional. Kecerdasan ini dibutuhkan untuk membangun konsistensi menulis tatkala tulisan mengalami penolakan. “Artinya, jangan kesal, kecewa, apalagi putus asa, ketika tulisan kita ditolak editor atau penerbit; perbaiki lagi tulisan kita, sampai kita merasa tulisan itu optimal, atau buat lagi tulisan yang lain, hingga akhirnya tulisan kita diterbitkan,” jelasnya.*